Kami sampaikan rumusan kesimpulan hasil seminar Pendidikan Arsitektur yang telah terselenggara pada bulan Juli 2009 di Jurusan Arsitektur FT Universitas Sebelas Maret Surakarta.

KESIMPULAN KOMISI 1, 2 dan 3

1. Pada kenyataannya kurang dari 20% mahasiswa arsitektur yang menjadi arsitek profesi, sehingga perlu upaya mengkondisikan mahasiswa yang tidak menjadi arsitek (80% ) melalui pemberian beragam mata kuliah pilihan. Perguruan tinggi Arsitektur layaknya seperti stasiun, mahasiswa sebagai penumpang, dan keretanya para investor. Sehingga mahasiswa dapat turun dimanapun sesuai keinginannya (apakah ingin menjadi real arsitek atau tidak).

2. Profil lulusan arsitek adalah sarjana teknik yang siap berkembang, sehingga lulusan tidak ditentukan hanya menjadi arsitek saja. Mahasiswa arsitektur diberi beragam pilihan pekerjaan melalui pemberian berbagai macam mata kuliah pilihan. Namun demikian, terdapat kecenderungan bahwa lulusan arsitek diharapkan mengarah kepada 3 jenis profesi: praktisi (arsitek profesional), akademisi ( pendidik/dosen ) dan birokrat ( bupati, pemda, dinas perkotaan ). Sehingga dalam pelaksanaannya, pendidikan arsitektur lebih menekankan aspek profesional dengan tidak meninggalkan tanggung jawab akademik

3. Pendidikan arsitek perlu dikembangkan, tidak hanya untuk melayani pasar. Mengantisipasi masa depan dan perkembangan ilmu dengan dasar penelitian. Kurikulum bukan apa yang kita beri, tetapi apa yang seharusnya kita beri. Pada universitas swata, apabila peserta kuliah kurang dari 20 orang, perkuliahan tidak bisa dilakukan ( untuk mata kuliah pilihan ).

4. Kelenturan dalam merespon masa depan diupayakan melalui penyelenggaraan mata kuliah pilihan. Contohnya kearifan lokal, mata kuliah Arsitektur Tradisional Jawa, dimana mengajarkan pola pikir arsitektur kelokalan, mata kuliah Enterpreneur yang mengajarkan untuk menciptakan lapangan pekerjaan.

5. Studio merupakan core pembelajaran yang harus diselenggarakan secara profesional, efektif dan efisien untuk dapat memenuhi tuntutan profesi secara efektifif, sehingga dalam pelaksanaannya dilakukan berbagai upaya (improfisasi) agar dapat mencapai apa yang dikehendaki. Terdapat keragaman metode pembelajaran studio (tergantung kepentingan masing-masing), diantaranya:

  • Perbandingan pembelajaran perancangan melalui lingkungan alam untuk memperkaya wawasan dalam merancang lokasi yang mendukung (melalui kegiatan di luar ruang)
  • Pemodelan studio perancangan arsitektur yang integral dengan mata kuliah pendukung efisien dalam melatih berfikir kritis yang merupakan pembelajaran sepanjang hayat
  • Konstruktifistik merupakan alternatif pembelajaran studio arsiektur yang memberi kebebasan kepada mahasiswa sehingga membangkitkan kreatifitas secara optimal
  • Tugas Akhir dengan metode non studio memungkinkan keuntungan yang berfihak pada kebebasan mahasiswa untuk secara mandiri berlatih mengelola waktu dan pemikiran scr bertanggung jawab (IT, software)
  • Studio kontekstual mempunyai potensi menunjang pembelajaran dalam proses merancang arsitektur melalui pustaka, kritik, riset, dan solusi masalah secara aktual dan akurat

6. Evaluasi kurikulum di dalam pembelajaran berbasis kompetensi harus mengacu kepada basis – basis kompetensi yang ditetapkan oleh UIA dan IAI serta kebutuhan lokal, nasional, dan internasional tergantung kepada misi dan visi penyelenggaran pendidikan arsitektur.

7. Hasil lulusan yang berkompetensi dalam bidang profesional (bidang arsitektur) bertanggung jawab kepada organisasi profesi (IAI) sesuai peraturan organisasi profesi dan Undang – undang yang berlaku. Sedangkan pada bidang lainnya menjadi tanggung jawab individual (bidang wirausaha) dan institusi terkait.

8. Jika ingin menjadi arsitek profesional, mahasiswa harus menempuh pendidikan formal (5 tahun), magang (2 tahun), dan ujian sertifikasi. Magang dan ujian sertifikasi dirasa menghambat mahasiswa untuk mejadi arsitek.

Beberapa foto dokumentasi Seminar Pendidikan Arsitektur pada bulan Juli 2009 di Jurusan Arsitektur FT Univeraitas Sbelas Maret Surakarta.